Karena seringnya mati lampu di kota saya, entah itu siang atau malam dan tidak peduli hari libur atau hari kerja maka kami (saya dan anak bungsu saya) pada saat menunaikan kewajiban sholat Magrib, Isya’ dan Subuh di masjid sebelah rumah yang jaraknya hanya beberapa meter saja seringkali kami harus berhati-hati dan tergopoh-gopoh dalam berjalan agar sampai di rumah Allah tersebut dengan aman…maklum kondisi jalan yang gelap gulita tanpa ada penerangan sedikitpun kecuali bila rembulan menebarkan pantulan sinarnya dan kondisi langit yang cerah.
Suatu saat dalam perjalanan pulang dengan kondisi gelap tapi karena langit yang cerah sehingga sinar bintang-gemintang walaupun kecil masih bisa menerangi perjalanan kami menuju ke masjid, anak bungsu saya bertanya :
“Ayah, kalau Alloh Maha Besar apakah lebih besar dari langit di atas tempat bulan, matahari dan bintang-bintang itu Yah.?” Dengan sedikit gelagapan dan bingung bagaimana cara memberi penjelasan kepada anak kami yang baru duduk di kelas 6 SD pada waktu itu..saya jawab :
”Kalau Alloh itu kalah besar dengan langit tempat bintang, matahari dan bulan berarti Alloh tidak Maha Besar lagi karena ada yang lebih besar daripada Alloh.”
“Terus Yah, katanya Alloh itu ada di Surga berarti kalau begitu Surga itu juga lebih besar dari Alloh dan dari langit di atas itu.?”
Dengan sedikit pelan saya jelaskan,”itu katanya siapa nak..surga dan neraka itupun juga (mahluk) ciptaan Alloh..mana mungkin Alloh tinggal dan bersemayam di dalam mahlukNYA.? Yaah pokoknya Alloh itu meliputi segalanya yang ada di alam semesta ini baik yang tampak maupun yang tidak tampak oleh kita”. Tanpa saya perkirakan jawaban saya tadi melecut si bungsu untuk bertanya lagi : “Kalau Alloh meliputi segalanya berarti Alloh itu juga meliputi kotor/jorok>< bersih; baik >< buruk/jahat...itu bagaimana Yah..??
Pemikiran tersebut seringkali juga menyergap dan menyelinap di kepala kita yang kadang membuat hati juga menjadi ragu dan bertanya-tanya, karena biasanya yang keburukan, kekotoran, kejelekan dan kejahatan itu berada di bawah kontrol syaiton atau dengan kata lain Alloh SWT hanya ‘meliputi’ yang baik-baik saja, dan ‘tidak meliputi’ yang jelek dan buruk. Konsekwensinya adalah bahwa Alloh SWT tidak lagi ‘meliputi segala sesuatu’, padahal dengan gamblang Alloh menyatakan kepada kita : innahu bikulli syai-in mukhith – sesungguhnya Dia meliputi segala sesuatu. (QS.Fushilat, 41 : 54)
Memang kadang-kadang merasa ‘tidak nyaman’ ketika kita mencampur-adukkan yang baik dan yang buruk dalam Dzat Ketuhanan, masak Alloh meliputi yang buruk, kotor dan jahat… bukankah Alloh Maha Suci dari segala sifat itu..? Jadi apakah sifat keburukan dan kebaikan bisa mengenai pada Alloh – ini baik untuk Alloh atau ini buruk untuk Alloh – ini bisa bermanfaat buat Alloh dan yang itu bisa memberikan mudharat padaNYA...apakah ada yang bisa memberikan kebaikan dan mudharat pada Alloh…tentu saja tidak karena Alloh lah yang justru sumber dari segala kebaikan dan keburukan. Karena sesungguhnya kebaikan dan keburukan itu tidak berdampak pada DzatNYA, melainkan berdampak pada mahlukNYA
Di bawah ini adalah sebuah cerita sebagai ilustrasi atau gambaran sederhana untuk memahami tullisan saya di atas ;
Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswanya dengan pertanyaan ini,
“Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada ?”.
Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”. “Tuhan menciptakan semuanya ?” Tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata mahasiswa tersebut.
Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.
Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu ?”
“Tentu saja,” jawab si Profesor…….Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada ?”…. “Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu ?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
“Tentu saja,” jawab si Profesor…….Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah dingin itu ada ?”…. “Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu ?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.
Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Prof…, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.
Mahasiswa itu melanjutkan, “Profesor, apakah gelap itu ada?”
Profesor itu menjawab, “Tentu saja itu ada.” Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Prof.., Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap…seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”
Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada…?” Dengan bimbang professor itu menjawab, “Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV…banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara- perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.”
Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Prof…Kajahatan itu tidak ada., kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kejahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan…kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.”
Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
Profesor itu terdiam. Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar